Kebanyakan orang mengatakan bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar. Mereka salah, karakterlah yang melahirkannya. Tanda kecerdasan sejati bukanlah pengetahuan, tapi imajianasi.
– albert enstein –
Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan kita dan sudah ditekankan dalam kurikulum 2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup lemah. Internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh anak-anak bangsa- masih bersifat parsial. Karena itu dengan kejadian ini, mau tidak mau pemerintah harus lebih serius lagi menata sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan, agar kita dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap kasus tersebut di kemudian hari.
Pendidikan karakter bukanlah pendidikan yang berbasis hafalan dan pengetahuan verbalistis. Pendidikan karakter merupakan perilaku yang terbentuk melalui habitual action dan pengejawantahan keteladanaan para pendidik, orang tua, para pemimpin dan masyarakat yang merupakan lingkungan luas bagi pengembangan karakter anak.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak dan sekali lagi- peran orang tua menjadi kuncinya.
Setelah mendapatkan nilai-nilai dasar tentang karakter dari lingkungan keluarga, barulah kemudian masuk pada peran institusi pendidikan, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting. Ia menjadi role model bagi anak-anak dalam bersikap dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam fase ini, metode belajar sambil bermain dengan suasana yang menyenangkan akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan emosi anak.
Disamping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari pemerintah juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk menjadikan pendidikan karakter ini sebagai salah satu program unggulan. Pendidikan karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, saling menghormati/menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-nilai itulah yang saat ini kita perlukan sebagai bangsa. Sejarah mencatat bahwa kemajuan dan keunggulan suatu bangsa bukan ditentukan oleh faktor kekayaan sumber daya alam (SDA), tetapi lebih pada aspek sumber daya manusia (SDM) yang memiliki karakter kuat.
Penanaman nilai karakter tidak terlepas dari penyelenggaraan dan pemikiran tentang pendidikan. Para ahli memikirkan berbagai hal yang menyangkut usaha pendidikan, sehingga terungkaplah pemikiran-pemikiran tentang faktor-faktor yang mendasari penanaman nilai karakter dalam kaitannya dengan usaha pendidikan serta dasar-dasar penyelenggaraan pendidikan yang lebih praktis dan metodologis. Di Indonesia, penyelenggaraan dan pemikiran tentang pola pendidikan tertentu telah dilaksanakan sejak sebelum kemerdekaan, karenanya banyak teori yang dikemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan.
Teori pendidikan yang dianggap berpengaruh besar terhadap dasar penanaman karakter adalah teknologi pendidikan dan pendidikan interaksional. Sedangkan aliran pendidikan yang sangat erat berpengaruh terhadap penanaman karakter adalah pengajaran alam sekitar dan pengajaran proyek.
1. Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi pendidikan, maka sangat membantu murid untuk mengakses berbagai informasi secara cepat, sehingga lebih dapat bersaing secara global. Selain itu, murid akan tertanam karakter rasa ingin tahu yang tinggi, yang mendorong mereka untuk selalu mencari dan menemukan informasi atau pemecahan masalah.
2. Pendidikan Interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan bekerja sama untuk memecahkannya. Sehingga peserta didik mempunyai karakter kerjasama dan saling menghargai dengan sesama.
3. Pengajaran Alam Sekitar
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting. Melalui penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang peserta didik, akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya.
Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapa pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar orang pengajaran. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektual ialah segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak. Harus terjadi proses asimilasi antara pengethuan lama dengan pengetahuan baru.
4. Pengajaran Proyek
Pembelajaran Berbasis Proyek adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat menanamkan kepada peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, mengatasi permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, dan produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
Peran instruktur atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.